Hari itu matahari seperti mengumbar bara, memanaskan kepala Sarimin yang tanpa topi berjualan rokok kesana-kemari, dengan tali karet bekas ban sepeda yang dipotong rapi, ia menggendong kotak di depan dada seperti menggendong bayi. Kotak itu berisi macam-macam merek rokok untuk dijual. Matanya selalu tertuju kepada pejalan kaki yang lewat untuk di tawarinya rokok. Beberapa orang yang di tawari Sarimin hanya menggelengkan kepala dan berjalan lagi. Namun, ada pula yang memanggilnya untuk membeli beberapa batang saja.
Pekerjaannya sebagai penjual rokok sebenarnya tidak cukup untuk kehidupan sehari-hari, namun bagaimana lagi, anakknya yang laki-laki masih berusia 12 tahun, dan ibunya sudah meninggalkan Sarimin lantaran tidak bisa membiayai kehidupan keluarga. Walapun anaknya hanya berusia 12 tahun, dia menyuruhnya berjualan rokok seperti ayahnya. Tak pernah dalam benaknya menyekolahkan anaknya.
Selama ini sarimin sangat dipercaya teman-temannya atau mungkin dia bisa dibilang ketua dari para penjual rokok lainnya, karena sariminlah yang paling lama bekerja sebagai penjual rokok, dia pula yang membagi wilayah penjualan agar semua terbagi rata.
Seharian sudah ia berjalan di jalan dan taman tempat para karyawan kantor-kantor beristirahat. Kini ia bersender pada pohon besar yang berada di pinggir jalan, sambil menghitung berapa hasil penjualan hari ini. Saat sedang asiknya menghitung ada seseorang yang memanggil.
“ min!! sarimin!!” suara itu sangat terdengar sangat keras.
“ iya, aku disini!!” jawabnya
“oh..kamu di sini rupanya” sambil terengah-engah
“eh pak Rendi, ada apa pak mencari saya?tumben.”
Pak Rendi sangat terkenal sebagai bos dari para supir angkot, dia bertubuh sedikit gemuk dengan tubuh sedikit coklat, mukanya sedikit bulat dan rambutnya cepak. dia adalah seseorang yang sangat dihormati oleh semua kalangan karena sering memberi pinjaman kepada para penjual rokok, walaupun sering memberi pinjaman dengan bunga, tapi bunga itu sangat kecil, jadi mungkin para memungkinkan para penjual untuk melunasinya. Masih dengan terengah-engah ia meneruskan maksud kedatangannya encari sarimin.
“wah..ini bisnis min, bagaimana kalau kita bicarakan di rumahku saja?”
“tapi, daganganku belum terjual banyak Pak!”
“ya sudah kalau begitu, nanti kalau sudah laku banyak atau kamu sudah selesai berjualan datang kerumahku!” Kata Pak Rendi dengan sedikit tersenyum, sepertinya dia lega telah menemukan sarimin.
“ baik pak!”
Pak Rendi pun pergi, dan Sarimin juga melanjutkan menghitung uangnya tanpa memikirkan apa yang diinginkan pak Rendi dari dia.
Beberapa waktu kemudian Sarimin pergi kerumah Pak Rendi. Ternyata pak Rendi sudah menunggu.
“ walah min, kok lama sekali kamu tuh, mari duduk dulu”dengan ramahnya pak Rendi mengajak Sarimin duduk.
“sebenarnya ada apa bapak memanggil saya?kok tumben sekali”
“begini, langsung saja ya min, aku ingin kamu jadi tim suksesnya calon walikota!”
“sebentar pak, memang siapa calonnya? Dan kenapa harus?”
“gini min, calonya itu bapak Suhendro, dan niatku, karena kamu sekarang sudah dikenal oleh kelompok penjual-penjual, makanya aku merkrutmu, bagaiman? Untuk bayaranya nanti bisa kita bagi”
“wah..sebenarnya mau pak, tapi apa yang bisa saya kerjakan?”
“gampang kok, nanti saya kasih stiker yang ada gambar calonnya lalu kamu tempelin ke wadah dagangan para penjual, dan nanti kamu juga harus mengajak mereka untuk memilih bapak Suhendro! Bagaimana?”
“sepertinya gampang pak, baiklah, kapan saya bisa memulainya?
“besok saja min, tapi sekarang saya ambilkan dulu stikernya”
Pak Rendi pun mengambil stiker dan menyerahkan ke Sarimin, dengan pikiran yang kemana-mana sarimin pulang melewati lorong kecil dan jembatan yang retak dan parah.
Sampai dirumah dia melihat anaknya yang tertidur di atas tikar, udara malam yang mulai menggerayang membuat naluri sebagai seorang ayah terhadap anaknya bangkit, di ambilnya selimut dan di taruhnya pada badan anaknya yang hanya memakai kaos dan celana pendek. Dalam hatinya merasa bersalah harus mengerjakan anaknya yang seharusnya dalam umur seperti itu anaknya bermain dan sekolah, tapi apa boleh buat, hanya berjualan rokoklah mata pencaharian mereka.
Paginya, udara menyeret embun bermuka mutiara, menjadi awal perjalanan sarimin. Seperti kata pak Rendi, dia hanya harus berkampanye pada penjual lain agar mengoblos calon walikota bapak Suhendro, tidak lupa stikernya ia pasangkan di mana-mana. Dalam benaknya ia merasa bingung, karena ia sendiri tidak tahu siapa bapak Suhendro dan apa kerjaanya. Yang ia tahu ia hanya tahu harus berkampanye untuk seorang pak Suhendra.
Pemilihan sudah berlangsung, semua orang yang mempunyai hak memilih calon walikota. Dan setelah beberapa hari terpilihlah walikotanya, yaitu pak Suhendro, orang yang dikampanyekan Sarimin. Dengan terpilihnya pak Suhendro tentu bayaran yang akan di berikan pak Rendi akan lebih. Benar saja, pak Rendi memberikan uang bonus kepada Sarimin.
Beberapa bulan kemudian petaka muncul. Bapak walikota yang baru memberikan undang-undang, undang-undang itu berisikan bahwa, untuk memperindah kota, maka seminggu lagi pada bagian timur terminal Sangerang tidak boleh ada yang berjualan ditrotoar maupun orang yang wira-wiri berjualan, semua harus memakai Ruko bila ingin berjualan.
“Celaka, apa kata orang-orang bila mereka diusir? Pasti semua memarahiku, memusuhiku!dasar, bodoh benar aku ini!! Pucat muka sarimin setelah membaca surat kabar harian.”
Ternyata benar, para penjual-penjual marah kepada sarimin, mereka mengatakan menyesal mengikuti petunjuk Sarimin. Sejak saat itu Sarimin menjadi orang yang dibenci.
Hari itu tiba, para penjual mulai di usir dari tempatnya, mereka ada yang berontak, berlari, mencaci para petugas yang mengusir mereka. Karena petugas lebih banyak dari penjual maka tanpa bisa berbuat apa-apa mereka menyerah dan pergi berkemas.
Di pojokan terminal, di balok tembok putih yang sangat kotor, sarimin bersembunyi dan melihat dari jauh kejadian itu. Dalam benakanya, ia menyesal atas apa yang ia lakukan selama ini yaitu berkampanye untuk orang yang tidak ia kenal.
0 comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar, dimohon menggunakan kata yang sopan. Pilihlah Anonym jika anda tidak mempunyai akun blogspot atau google. terimakasih sudah berkunjung