Yang tau siapa bapak Supardi tunjuk jari....Sejak SD Supardi Djoko Damono sudah suka membaca karya sastra, termasuk sajak-sajak penyair nasional dan dunia. Dari sinilah minatnya kepada puisi muncul. Apalagi, setelah bersama keluarganya pindah dari tengah kota yang ramai ke pinggiran kota Solo yang sepi, ia punya banyak waktu luang karena tak memiliki teman. Sejak kelas II SMA itulah ia mulai menulis puisi – padahal ia harus belajar keras karena sedang menghadapi ujian kenaikan kelas. mungkin sudah terlihat bakatnya beliau sejak saat itu
dan sekarang telah menghasilkan novel dan puisi-puisi. Beberapa puisinya antara lain
Air Selokan
Aku Ingin
Akulah Sitelaga
Angin
Angin 2
Angin 3
Atasi kemerdekaan
Berjalan Ke Barat
Bunga 1
Bunga 2
Bunga 3
Cara membunuh Burung
Cermin 1
Cermin 2
nih puisinya ...bila masih dirasa kurang anda bisa lihat pada Puisi Supardi Djoko Damono 2...soalnya banyak sekali..daripada bosan....
AIR SELOKAN
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
"Air yang di selokan itu mengalir dari rumah sakit," katamu pada suatu hari minggu pagi. Waktu itu kau berjalanjalan bersama istrimu yang sedang mengandung
-- ia hampir muntah karena bau sengit itu.
Dulu di selokan itu mengalir pula air yang digunakan untuk memandikanmu waktu kau lahir: campur darah dan amis baunya. Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mati.
Senja ini ketika dua orang anak sedang berak di tepi selokan itu, salah seorang tiba-tiba berdiri dan menuding sesuatu:
"Hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu -- alangkah indahnya!"
Tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan yang berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang anyir baunya itu, sayang sekali.
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
AKU INGIN
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
AKULAH SI TELAGA
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
akulah si telaga: berlayarlah di atasnya;
berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan bunga-bunga padma;
berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;
sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
-- perahumu biar aku yang menjaganya
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
ANGIN, 1
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
angin yang diciptakan untuk senantiasa bergerak dari sudut ke sudut dunia ini pernah pada suatu hari berhenti ketika mendengar suara nabi kita Adam menyapa istrinya untuk pertama kali, "hei siapa ini yang mendadak di depanku?"
angin itu tersentak kembali ketika kemudian terdengar jerit wanita untuk pertama kali, sejak itu ia terus bertiup tak pernah menoleh lagi
-- sampai pagi tadi:
ketika kau bagai terpesona sebab tiba-tiba merasa scorang diri di tengah bising-bising ini tanpa Hawa
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
ANGIN, 2
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
Angin pagi menerbangkan sisa-sisa unggun api yang terbakar semalaman.
Seekor ular lewat, menghindar.
Lelaki itu masih tidur.
Ia bermimpi bahwa perigi tua yang tertutup ilalang panjang
di pekarangan belakang rumah itu tiba-tiba berair kembali.
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
ANGIN, 3
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
"Seandainya aku bukan ......
Tapi kau angin!
Tapi kau harus tak letih-letihnya beringsut dari sudut ke sudut kamar,
menyusup celah-celah jendela, berkelebat di pundak bukit itu.
"Seandainya aku . . . ., ."
Tapi kau angin!
Nafasmu tersengal setelah sia-sia menyampaikan padaku tentang perselisihan antara cahaya matahari dan warna-warna bunga.
"Seandainya ......
Tapi kau angin!
Jangan menjerit:
semerbakmu memekakkanku.
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
ATAS KEMERDEKAAN
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
kita berkata : jadilah
dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
di atasnya : langit dan badai tak henti-henti
di tepinya cakrawala
terjerat juga akhirnya
kita, kemudian adalah sibuk
mengusut rahasia angka-angka
sebelum Hari yang ketujuh tiba
sebelum kita ciptakan pula Firdaus
dari segenap mimpi kita
sementara seekor ular melilit pohon itu :
inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah
Horison
Thn III, No. 8
Agustus 1968
Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air
BERJALAN KE BARAT WAKTU PAGI HARI
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
waktu berjalan ke barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan
BUNGA, 1
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
(i)
Bahkan bunga rumput itu pun berdusta.
Ia rekah di tepi padangwaktu hening pagi terbit;
siangnya cuaca berdenyut ketikanampak sekawanan gagak terbang berputar-putar di atas padang itu;
malam hari ia mendengar seru serigala.
Tapi katanya, "Takut? Kata itu milik kalian saja, para manusia. Aku ini si bunga rumput, pilihan dewata!"
(ii)
Bahkan bunga rumput itu pun berdusta.
Ia kembang di sela-selageraham batu-batu gua pada suatu pagi, dan malamnya menyadari bahwa tak nampak apa pun dalam gua itu dan udara ternyata sangat pekat dan tercium bau sisa bangm dan terdengar seperti ada embik terpatah dan ia membayangkan hutan terbakar dan setelah api ....
Teriaknya, "Itu semua pemandangan bagi kalian saja, para manusia! Aku ini si bunga rumput: pilihan dewata!"
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
BUNGA, 2
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
mawar itu tersirap dan hampir berkata jangan ketika pemilik
taman memetiknya hari ini; tak ada alasan kenapa ia ingin berkata
jangan sebab toh wanita itu tak mengenal isaratnya -- tak ada
alasan untuk memahami kenapa wanita yang selama ini rajin
menyiraminya dan selalu menatapnya dengan pandangan cinta itu
kini wajahnya anggun dan dingin, menanggalkan kelopaknya
selembar demi selembar dan membiarkannya berjatuhan menjelma
pendar-pendar di permukaan kolam
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
BUNGA, 3
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
seuntai kuntum melati yang di ranjang itu sudah berwarna coklat ketika tercium udara subuh dan terdengar ketukan di pintu
tak ada sahutan
seuntai kuntum melati itu sudah kering: wanginya mengeras di empat penjuru dan menjelma kristal-kristal di udara ketika terdengar ada yang memaksa membuka pintu
lalu terdengar seperti gema "hai, siapa gerangan yang telah membawa pergi jasadku?"
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
CARA MEMBUNUH BURUNG
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
bagaimanakah cara membunuh burung yang suka berkukuk bersama teng-teng jam dinding yang tergantung sejak kita belum dilahirkan itu?
soalnya ia bukan seperti burung-burung yang suka berkicau setiap pagi meloncat dari cahaya ke cahaya di sela-sela ranting pohon jambu (ah dunia di antara bingkai jendela!)
soalnya ia suka mengusikku tengah malam, padahal aku sering ingin sendirian
soalnya ia baka
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
CERMIN, 1
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
cermin tak pernah berteriak;
ia pun tak pernah meraung, tersedan, atau terhisak,
meski apa pun jadi terbalik di dalamnya;
barangkali ia hanya bisa bertanya:
mengapa kau seperti kehabisan suara?
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
CERMIN, 2
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
mendadak kau mengabut dalam kamar, mencari dalam cermin;
tapi cermin buram kalau kau entah di mana, kalau kau mengembun dan menempel di kaca, kalau kau mendadak menetes dan tepercik ke mana-mana;
dan cermin menangkapmu sia-sia
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
Puisi Supardi Djoko Damono
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar, dimohon menggunakan kata yang sopan. Pilihlah Anonym jika anda tidak mempunyai akun blogspot atau google. terimakasih sudah berkunjung